Senin, 22 Agustus 2016

Proposal Skripsi Metode SAVI Somatic, Auditori, Visual, Intelektual



BAB 1. PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang Penelitian
Pendidikan merupakan kebutuhan mutlak yang harus dipenuhi bagi kehidupan manusia. Tanpa pendidikan mustahil suatu kelompok manusia dapat berkembang sejalan dengan aspirasi (cita-cita) untuk maju, sejahtera dan bahagia menurut konsep pandangan hidup mereka  (Ihsan, 2008 : 2). Sejalan dengan perubahan zaman, pendidikan juga terus berkembang. Dalam  penerapan pendidikan UNESCO merekomendasikan 6 pilar pendidikan yaitu  learning to know, learning to do, learning to be, learning to live together, learning how to learn, learning throughout life (Suwarno, 2006 :76).
Learning to know  bukan hanya memiliki materi sebanyak-banyaknya tetapi juga bagaimana memahami makna di balik materi ajar yang telah diterima. Learning to do merupakan konsekuensi dari  learning to know yaitu bukan hanya sebatas teori tetapi bagaimana perbuatan atau praktik yang sebenarnya, learning to be akan menuntun peserta didik menjadi ilmuwan ataupun tokoh masyarakat yang mampu menggali dan menentukan nilai kehidupan.
Learning to live together menuntut seseorang untuk hidup bermasyarakat dan menjadi  educated person  yang bermanfaat bagi diri dan masyarakatnya. Learning how to learn  akan membawa peserta didik untuk mampu mengembangkan strategi dan kiat belajar yang lebih independen, kreatif, inovatif, efektif, efisien dan penuh percaya diri. Learning throughout life menuntun peserta didik agar belajar terus menerus sepanjang hayat   karena ilmu sebenarnya tidak terbatas.
Dalam sebuah pendidikan tentunya diperlukan suatu proses-proses pembelajaran yang  merupakan suatu kegiatan yang diawali dengan interaksi antara guru dan murid dimana akan diakhiri dengan suatu proses evaluasi atau hasil belajar. Kegiatan pembelajaran ini merupakan suatu kegiatan yang disadari atau direncanakan (Ibrahim & Syaodih, 2003 : 50).
Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) dikenal sebagai mata pelajaran membosankan, terlalu banyak hafalan, dan sering mendapatkan perhatian minoritas saat pembelajaran di kelas. Peneliti banyak mendengar pendapat semacam ini dari pelajar, termasuk siswa SD. Berdasarkan pengamatan di SD Negeri 3 Mlandingan Kulon Kecamatan Mlandingan Kabupaten Situbondo, banyak siswa yang kurang antusias jika membicarakan tentang Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS), mereka lebih tertarik dengan matematika dan bahasa Inggris. Dianggap sebagai mata pelajaran membosankan dan hanya mengandalkan hafalan, membuat siswa sering menyepelekan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS), ditambah lagi mata pelajaran ini tidak masuk dalam Ujian Nasional (UN).
Stereotype yang menganggap Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) sebagai mata pelajaran hafalan sangat berpengaruh terhadap kondisi pembelajaran di kelas. Siswa menjadi kurang termotivasi ketik belajar Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) karena dihantui banyaknya materi yang harus dihafalkan. Mata pelajaran dengan materi segudang tersebut pada akhirnya dilakukan dengan tuntutan harus menyelesaikan materi tanpa mempertimbangkan bagaimana perkembangan potensi siswa. Keadaan yang demikian sebenarnya bukan sepenuhnya kesalahan siswa, seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, pemilihan metode dan model pembelajaran yang tepat akan berpengaruh terhadap kondisi kelas saat pembelajaran.
Pendekatan Somatis Auditori Visual Intelektual (SAVI) merupakan sebuah pendekatan dalam belajar yang diperkenalkan oleh Dave Meier. Pendekatan ini menggabungkan empat unsur dalam belajar, Somatis (S) yaitu bergerak, Auditori (A) mendengarkan dan berbicara, Visual (V) melihat dan mengamati, dan Intelektual (I) yaitu kemampuan berpikir untuk menyelesaikan masalah dan merenunginya. Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, pembelajaran yang menyenangkan tidak lagi cukup, tetapi harus diimbangi dengan kemampuan intelektual siswa untuk memecahkan masalah dan mampu merenunginya, sehingga terjadi perubahan sikap. Menerapkan pendekatan Somatis Auditori Visual Intelektual (SAVI) dalam belajar berarti menggabungkan kemampuan indera siswa untuk lebih memahami suatu materi yang pada akhirnya mampu meningkatkan kemampuan intelektual siswa.

Berangkat dari latar belakang di atas maka dalam penelitian skripsi ini, peneliti mengangkat judul Efektivitas pendekatan Somatis, Auditori, Visual, Intelektual dalam pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial di SD Negeri 3 Mlandingan Kulon Kecamatan Mlandingan Kabupaten Situbondo

1.2  Rumusan Masalah atau Fokus Masalah
Berdasarkan pemikiran dan latar belakang masalah yang sudah diuraikan diatas, maka dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut:
1.      Bagaimana efektivitas pendekatan Somatis, Auditori, Visual, Intelektual dalam pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial di SD Negeri 3 Mlandingan Kulon Kecamatan Mlandingan Kabupaten Situbondo?

1.3  Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan yang hendak di capai oleh peneliti adalah sebagai berikut :
1.      Untuk mengetahui efektivitas pendekatan Somatis, Auditori, Visual, Intelektual dalam pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial di SD Negeri 3 Mlandingan Kulon Kecamatan Mlandingan Kabupaten Situbondo

1.4  Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kegunaan baik secara pengembangan ilmu pengetahuan (perspektif akademik) maupun secara pembangunan dalam arti luas (perspektif praktis).
1.      Pengembangan ilmu pengetahuan (perspektif akademik)
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan yang berguna bagi pengembangan ilmu pengetahuan khususnya dalam meningkatkan kemampuan berfikir kritis siswa pada pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS).



2.      Pembangunan dalam arti luas (perspektif praktis)
peneltin ini di harapkan dapat menjadi sumber yang akurat untuk memberikan informasi dan rekomendasi bagi guru mengenai peningkatan kemampuan berfikir kritis siswa pada pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS).
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1  Pendekatan Somatic, Auditori, Visual, Intelektual (SAVI)
2.1.1 Pengertian Pendekatan Somatic, Auditori, Visual, Intelektual (SAVI)
Pendekatan SAVI adalah proses belajar siswa dengan menggabungkan gerakan fisik dengan aktivitas intelektual serta penggunaan semua indera. Pendekatan SAVI menganut aliran ilmu kognitif modern yang menyatakan belajar yang paling baik adalah melibatkan seluruh tubuh, semua indera, dan segenap kedalaman serta keluasan pribadi, menghormati gaya belajar individu lain dengan menyadari bahwa orang belajar dengan cara-cara yang berbeda (Herdian, 2009).
Pembelajaran dengan pendekatan SAVI adalah pembelajaran yang menekankan bahwa belajar haruslah memanfaatkan semua alat indra yang dimiliki siswa. Istilah SAVI sendiri bermakna gerakan tubuh (hands-on, aktivitas fisik) dimana belajar dengan mengalami dan melakukan; bermakna bahwa belajar haruslah dengan melalui mendengarkan, menyimak, berbicara, presentasi, argumentasi, mengemukakan pendapat, dan menanggapi; bermakna belajar haruslah menggunakan indra mata melalui mengamati, menggambarkan, mendemonstrasikan, membaa menggunakan media, dan alat peraga; dan intelektual yang bermakna bahwa belajar haruslah menggunakan kemampuan berfikir (minds-on), belajar haruslah dengan konsentrasi pikiran dan berlatih menggunakan melalui bernalar, menyelidiki, mengidentifikasi, menemukan, menciptakan, mengkonstruksi, memecahkan masalah, dan menerapkan (Suyatno, 2009:65).    
Teori yang mendasari Meier dalam mencetuskan pendekatan Somatic, Auditori, Visual, Intelektual (SAVI) adalah teori belajar aktif yang diistilahkan Meier (2002:90) dengan ”Belajar Berdasarkan Aktivitas” (BBA). Teori ini dilatarbelakangi oleh pendidikan di New England pada abad ke-19 yang cenderung memandang manusia hanya sebagai tubuh dan pikiran (Meier, 2002:56). Aktivitas tubuh dan pikiran dipisahkan dalam kegiatan belajar sehingga pembelajaran berlangsung kaku dan tidak menyenangkan. Selain itu, pendidikan di New England pada saat itu menekankan pada pembelajaran individual. Hal ini ditentang oleh Meier dan mendorongnya untuk melakukan penelitian.
Menurut Meier, ”belajar bukanlah peristiwa kognitif yang terpisah melainkan sesuatu yang melibatkan diri seseorang secara utuh (tubuh, pikiran dan jiwa) serta kecerdasan yang utuh (Meier, 2002:42). Pendapat tersebut mengantarkan Meier pada sebuah kesimpulan penelitiannya yang menyatakan bahwa manusia memiliki dimensi somatis, auditori, visual dan intelektual. Berdasarkan pandangan tersebut Meier mengajukan pendekatan pembelajaran aktif yang diberi nama Pendekatan Somatic, Auditori, Visual, Intelektual (SAVI). Pendekatan SAVI ini menekan pembelajaran dengan memanfaatkan semua alat indra siswa (Rosadi, 2009).
Istilah SAVI merupakan kependekan dari: Somatis (S) yaitu gerakan tubuh (hands-on, aktivitas fisik) yang menuntut belajar dengan mengalami dan melakukan. Auditori (A), menekankan proses belajar melalui mendengarkan, menyimak,  berbicara, presentasi, argumentasi dan menanggapi. Visual (V), bermakna belajar dengan menggunakan indra mata melalui mengamati, menggambar, mendemonstrasikan, membaca, menggunakan media dan alat peraga. Intelektual (I), bermakna bahwa belajar dengan menekankan pada kemampuan berpikir (minds-on). Belajar harus dengan konsentrasi pikiran dan berlatih menggunakan nalar, mengidentifikasi, menyelidiki, menemukan, mencipta, mengkonstruksi, memecahkan masalah, dan menerapkan (Suhermawan, 2008).

2.1.2 Prinsip Dasar Somatic, Auditori, Visual, Intelektual (SAVI)
Selain itu Meier (2002:54) juga mengemukakan prinsip-prinsip pokok belajar yang meliputi:
A.  Belajar melibatkan seluruh tubuh dan pikiran.
B.  Belajar adalah berkreasi, bukan mengkonsumsi.
C.  Kerjasama membantu proses belajar.
D.  Pembelajaran berlangsung pada banyak tingkatan secara simultan.
E.   Belajar berasal dari mengerjakan pekerjaan itu sendiri.
F.   Emosi positif sangat membantu pembelajaran.
G.  Otak-citra menyerap informasi secara langsung dan otomatis.
Berdasarkan prinsip-prinsip belajar di atas, dapat dikatakan bahwa belajar merupakan kegiatan yang menekankan pada penyatuan aktivitas fisik dan pikiran, penggunaan indera, kreativitas, dan kemandirian. Selain itu, prinsip pokok belajar tersebut juga menekankan adanya kerja sama dalam belajar sehingga pembelajaran kooperatif yang ditekankan dan bukan pembelajaran individual. 
Teori belajar aktif Meier menekankan pada keterlibatan siswa sepenuhnya dalam pembelajaran. Teori ini juga memandang bahwa gerakan fisik dapat meningkatkan proses mental. Teori tersebut berdasarkan atas letak otak manusia yang mengatur gerakan tubuh (korteks motor) terletak di sebelah otak yang berfungsi untuk berpikir.
Bagian manusia yang berfungsi mengatur gerakan tubuh (korteks motor) terletak di bagian otak. Bagian ini berfungsi berpikir dan memecahkan masalah (Meier, 2002:90). Artinya, menghalangi gerakan tubuh berarti menghalangi pikiran untuk berfungsi secara maksimal. Sebaliknya melibatkan tubuh dalam belajar cenderung mengembangkan kecerdasan terpadu manusia sepenuhnya.
Pendapat Meier di atas, dapat dikatakan bahwa tubuh dan pikiran merupakan dua hal yang tidak dapat terpisahkan dalam belajar. Belajar akan terhambat jika tubuh dan pikiran terpisah dan sebaliknya belajar akan meningkat jika tubuh dan pikiran menyatu, dengan kata lain, aktivitas fisik dan pikiran merupakan dua esensi yang harus ada dalam belajar. Dari uraian di atas, teori belajar aktif Meier merupakan teori belajar yang menekankan adanya penyatuan aktivitas fisik dan pikiran dalam belajar.
Pendekatan Somatic, Auditori, Visual, Intelektual (SAVI) juga dapat mengatasi gaya belajar siswa yang beragam dalam satu kelas. Artinya dengan pendekatan Somatic, Auditori, Visual, Intelektual (SAVI), siswa yang gaya belajarnya  cenderung somatis, auditori, maupun visual dapat sama-sama menyerap pengetahuan atau materi yang disampaikan oleh guru. Di samping itu, pendekatan Somatic, Auditori, Visual, Intelektual (SAVI) juga menekankan pada intelektual yang mendorong siswa untuk berpikir kritis dan kreatif dalam memecahkan masalah.

2.1.3 Karakteristik Pendekatan Somatic, Auditori, Visual, Intelektual (SAVI)
Sesuai dengan singkatan dari SAVI sendiri yaitu Somatic, Auditori, Visual dan Intektual, maka karakteristiknya ada empat bagian yaitu:
A.    Somatis
Somatis berasal dari bahasa Yunani yaitu somatic yang berarti tubuh – soma. Jika dikaitkan dengan belajar maka dapat diartikan belajar dengan bergerak dan berbuat. Menurut Meier (2002:92) pembelajaran somatik adalah pembelajaran yang memanfaatkan dan melibatkan tubuh (indera peraba, kinestetik, melibatkan fisik dan menggerakkan tubuh sewaktu kegiatan pembelajaran berlangsung) Pada dasarnya komponen somatik ini memberikan kebebasan siswa untuk bergerak saat menerima pelajaran, merangsang pikiran dan tubuh di dalam kelas dalam menciptakan suasana belajar siswa aktif secara fisik. Siswa dapat menciptakan gambar atau menjalankan pelatihan belajar aktif, misalnya dengan simulasi, permainan belajar dan yang lainnya (Meier, 2002:95).

B.     Auditori
Auditori berarti belajar dengan indra pendengaran. Belajar dengan berbicara dan mendengar. Pikiran manusia lebih kuat daripada yang mereka sadari, telinga manusia terus menerus menangkap dan menyimpan informasi bahkan tanpa mereka sadari. Ketika manusia membuat suara sendiri dengan berbicara beberapa area penting di otak manusia menjadi aktif. Hal ini dapat diartikan dalam pembelajaran guru hendaknya mengajak siswa membicarakan apa yang sedang mereka pelajari, menerjemahkan pengalaman siswa dengan suara. Mengajak mereka berbicara saat memecahkan masalah, membuat model, mengumpulkan informasi, membuat rencana kerja, menguasai keterampilan, membuat tinjauan pengalaman belajar, atau menciptakan makna-makna pribadi bagi diri mereka sendiri. Belajar dengan auditori dapat menggunakan pengulangan dengan meminta siswa menyebutkan kembali konsep, guru menggunakan variasi vokal berupa perubahan nada, kecepatan dan volume (DePorter, 2005:85). Guru juga dapat memanfaatkan suara siswa sebagai sumber belajar bagi siswa lain atau memanfaatkan media pembelajaran yang mengeluarkan suara.

C.     Visual
Visual berarti belajar dengan menggunakan indra penglihatan. Meier (2002:97-99) mengemukakan bahwa belajar visual berarti belajar dengan mengamati dan menggambarkan. Dalam otak manusia terdapat lebih banyak perangkat untuk memproses informasi visual daripada indra yang lain. Setiap siswa yang menggunakan visualnya lebih mudah belajar jika dapat melihat apa yang sedang dibicarakan seorang penceramah atau sebuah buku atau program komputer. Secara khusus pembelajaran visual yang baik jika mereka dapat melihat contoh dari dunia nyata, diagram, peta gagasan, dan ikon ketika belajar. Guru juga dapat menggunakan variasi tulisan, warna, gambar dan kertas. Guru harus mendorong siswa untuk menyusun pelajaran mereka dengan berbagai kreasi pada catatan, tugas, peta konsep dan lain-lain.

D.    Intelektual
Intelektual Menurut Meier (2002:99) belajar dengan memecahkan masalah dan merenung. Tindakan pembelajar yang melakukan sesuatu dengan pikiran mereka secara internal ketika menggunakan kecerdasan untuk merenungkan suatu pengalaman dan menciptakan hubungan, makna, rencana, dan nilai dari pengalaman tersebut. Hal ini diperkuat dengan makna intelektual adalah bagian diri yang merenung, mencipta, memecahkan masalah dan membangun makna terhadap materi pelajaran siswa. Guru harus dapat memotivasi siswa agar dapat mengoptimalkan intelektualnya dengan membiarkan siswa merumuskan sendiri materi pelajaran yang diperoleh, mendiskusikan pengetahuan barunya, membiarkan aktif bertanya, mengkritik maupun menggugat di dalam kelas.

 









Belajar  dapat optimal jika keempat karakteristik dari Somatic, Auditori, Visual, Intelektual (SAVI) ada dalam satu peristiwa pembelajaran. Misalnya, orang akan dapat belajar sedikit dengan menyaksikan prsentasi (V), tetapi mereka dapat belajar jauh lebih banyak jika mereka dapat melakukan sesuatu ketika presentasi  sedang berlangsung (S), membicarakan apa yg sedang mereka pelajari (A), dan memikirkan cara menerapkan informasi dalam presentasi tersebut dalam pekerjaan mereka (I). Dengan kata lain akal menerima fakta dari indra untuk kemudian diintreprestasikan dengan informasi terkait. Sehingga fakta dapat dimaknai dari penggabungan informasi tersebut.

2.1.4    Langkah – langkah Penerapan Pendekatan Somatic, Auditori, Visual, Intelektual (SAVI)
A.      Tahapan-tahapan Pendekatan Somatic, Auditori, Visual, Intelektual (SAVI)
Tahapan yang perlu ditempuh dalam Pendekatan Somatic, Auditori, Visual, Intelektual (SAVI) adalah persiapan, penyampaian, pelatihan, dan penampilan hasil. Kreasi apapun, guru perlu dengan matang, dalam keempat tahap tersebut.
1.        Tahap Persiapan (Kegiatan Pendahuluan)
Pada tahap ini guru membangkitkan minat siswa, memberikan perasaan  positif mengenai pengalaman belajar yang akan datang, dan menempatkan mereka dalam situasi optimal untuk belajar. Secara spesifik meliputi hal:
a.       Memberikan sugesti positif.
b.      Meberikan pernyataan yang memberi manfaat kepada siswa.
c.       Memberikan tujuan yang jelas dan bermakna.
d.      Membangkitkan rasa ingin tahu.
e.       Menciptakan lingkungan fisik yang positif.
f.       Menciptakan lingkungan emosional yang positif.
g.      Menciptakan lingkungan sosial yang positif.
h.      Menenangkan rasa takut.
i.        Menyingkirkan hambatan-hambatan belajar.
j.        Banyak bertanya dan mengemukakan berbagai masalah.
k.      Merangsang rasa ingin tahu siswa.
l.        Mengajak pembelajar terlibat penuh sejak awal.



2.        Tahap Penyampaian (Kegiatan Inti)
Pada tahap ini guru hendaknya membantu siswa menemukan materi belajar yang baru dengan cara melibatkan panca indera, dan cocok untuk semua gaya belajar. Hal-hal yang dapat dilakukan guru: 
a.       Uji coba kolaboratif dan berbagai pengetahuan.
b.      Pengamatan fenomena dunia nyata.
c.       Pelibatan seluruh otak, seluruh tubuh.
d.      Presentasi interaktif.
e.       Grafik dan sarana yang presetasi berwarna-warni.
f.       Aneka macam cara untuk disesuaikan dengan seluruh gaya belajar.
g.      Proyek belajar berdasar kemitraan dan berdasar tim.
h.      Latihan menemukan (sendiri, berpasangan, berkelompok).
i.        Pengalaman belajar di dunia nyata yang kontekstual.
j.        Pelatihan memecahkan masalah.

3.        Tahap Pelatihan (Kegiata Inti)
Pada tahap ini guru hendaknya membantu siswa mengintegrasikan dan menyerap pengetahuan dan keterampilan baru dengan berbagai cara. Secara spesifik, yang dilakukan guru yaitu:   
a.       Aktivitas pemrosesan siswa.
b.      Usaha aktif atau umpan balik atau renungan atau usaha kembali.
c.       Simulasi dunia-nyata.
d.      Permainan dalam belajar.
e.       Pelatihan aksi pembelajaran.
f.       Aktivitas pemecahan masalah.
g.      Refleksi dan artikulasi individu.
h.      Dialog berpasangan atau berkelompok.
i.        Pengajaran dan tinjauan kolaboratif.
j.        Aktivitas praktis membangun keterampilan.
k.      Mengajar balik.

4.        Tahap Penampilan Hasil (Tahap Penutup)
Pada tahap ini hendaknya membantu siswa menerapkan dan memperluas pengetahuan atau keterampilan baru mereka pada pekerjaan sehingga hasil belajar akan melekat dan penampilan hasil akan terus meningkat. Hal-hal yang dapat dilakukan adalah:
a.       Penerapan dunia nyata dalam waktu yang segera.
b.      Penciptaan dan pelaksanaan rencana aksi.
c.       Aktivitas penguatan penerapan.
d.      Materi penguatan persepsi.
e.       Pelatihan terus menerus.
f.       Umpan balik dan evaluasi kinerja.
g.      Aktivitas dukungan kawan.
h.      Perubahan organisasi dan lingkungan yang mendukung.

2.2  Ilmu Pengetahuan Sosial di SD
2.2.1 Pengertian Ilmu Pengetahuan Sosial
Ilmu Pengetahuan Sosial adalah suatu bahan kajian yang terpadu yang merupakan penyederhanaan, adaptasi, seleksi dan modifikasi yang diorganisasikan dari konsep-konsep dan keterampilan-keterampilan sejarah, geografi, sosiologi, antropologi, dan ekonomi. Puskur (Kasim, 2008:4). Geografi, sejarah, dan antropologi merupakan disiplin ilmu yang memiliki keterpaduan yang tinggi. Pembelajaran geografi memberikan wawasan berkenaan dengan peristiwa-peristiwa dengan wilayah-wilayah, sedangkan sejarah memberikan kebulatan wawasan berkenaan dengan peristiwa-peristiwa dari berbagai priode. Antropologi meliputi studi-studi komparatif yang berkenaan dengan nilai-nilai kepercayaan, struktur sosial, aktivitas-aktivitas ekonomi, organisasi politik, ekspresi-ekspresi dan spiritual, teknologi, dan benda-benda budaya dari budaya-budaya terpilih. Ilmu ekonomi tergolong kedalam ilmu-ilmu tentang kebijakan pada aktivitas-aktivitas yang berkenaan dengan pembuatan keputusan. Sosiologi merupakan ilmu-ilmu tentang prilaku seperti konsep peran kelompok, institusi, proses interaksi dan kontrol sosial.
Kosasi Djahiri (Yaba, 2006:5) menyatakan bahwa Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) adalah merupakan ilmu pengetahuan yang memadukan sejumlah konsep pilihan dari cabang ilmu sosial dan ilmu lainnya serta kemudian diolah berdasarkan prinsip-prinsip pendidikan dan didaktif untuk dijadikan program pengajaran pada tingkat persekolahan.
Nursid Sumaatmadja (Supriatna, 2008:1) mengemukakan bahwa "Secara mendasar pengajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) berkenaan dengan kehidupan manusia yang melibatkan segala tingkah laku dan kebutuhannya”. Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) berkenaan dengan cara manusia menggunakan usaha memenuhi kebutuhan materinya, memenuhi kebutuhan budayanya, kebutuhan kejiwaannya, pemanfaatan sumber yang ada dipermukaan bumi, mengatur kesejahteraan dan pemerintahannya, dan lain sebagainya yang mengatur serta mempertahankan kehidupan masyarakat manusia.
Sedangkan menurut Leonard (Kasim, 2008:4) mengemukakan bahwa Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) menggambarkan interaksi individu atau kelompok dalam masyarakat baik dalam lingkungan mulai dari yang terkecil misalkan keluarga, tetangga, rukun tetangga atau rukun warga, desa / kelurahan, kecamatan, kabupaten, profinsi, Negara dan dunia.
Jadi dapat disimpulkan bahwa pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) adalah disiplin-displin ilmu sosial ataupun integrasi dari berbagai cabang ilmu sosial seperti : sosiologi, sejarah, geografi, ekonomi, dan antropologi yang mempelajari masalah-masalah sosial.

2.2.2 Tujuan Ilmu Pengetahuan Sosial
Mata pelajaran IPS disekolah dasar marupakan program pengajaran yang bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar peka terhadap masalah sosial yang terjadi dimasyarakat, memilki sikap mental positif terhadap perbaikan segala ketimpangan yang terjadi, dan terampil mengatasi setiap masalah yang terjadi sehari-hari baik yang menimpa dirinya sendiri maupun yang menimpa masyarakat. Tujuan tersebut dapat dicapai manakala program-program pelajaran IPS disekolah diorganisasikan secara baik.


BAB 3. METODE PENELITIAN

3.1  Pendekatan dan Jenis Penelitian
Penelitian dengan judul “Efektivitas pendekatan somatis, auditori, visual, intelektual dalam pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial islam di SD Negeri 3 Mlandingan Kulon Kecamatan Mlandingan Kabupaten Situbondo” merupakan penelitian kualitatif. Berg (dalam Satori dan Komariah, 2010: 23) menyatakan bahwa “Qualitative Research (QR) thus refers to the meaning, conceps, definition, characteristics, simbols, and descriptions of things”. Maksudnya adalah penelitian kualitatif mengacu pada suatu maksud atau arti, konsep-konsep, definisi, karakteristik, simbol-simbol, dan deskripsi dari berbagaial. Bogdan dan Taylor (dalam Moleong, 2010: 4), menjelaskan metode kualitatif merupakan sebuah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis maupun lisan dari orang-orang maupun perilaku yang dapat diamati. Sejalan dengan definisi tersebut, Kirk dan Miller (dalam Moleong, 2010:4) mendefinisikan metode kualitatif sebagai suatu tradisi dalam ilmu pengetahuan yang bergantung pada pengamatan seseorang. Pengamatan tersebut berhubungan dengan orang-orang tersebut dalam bahasanya dan peristilahannya.
Berdasarkan penjelasan-penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa penelitian kualitatif merupakan suatu prosedur penelitian yang menekankan pada kualitas atau mutu suatu penelitian yang mengacu pada teori, konsep, definisi, karakteristik, maupun simbol-simbol. Penelitian tersebut dilakukan berdasarkan pengamatan seseorang terhadap latar alamiah atau lingkungan sosial yang menghasilkan data deskriptif.
Data deskriptif merupakan data yang berupa kata-kata, gambar dan bukan angka-angka (Moleong, 2010: 11). Data deskriptif diperoleh dalam sebuah penelitian kualitatif yang hasilnya dideskripsikan berdasarkan pada tujuan penelitian. Data ini biasa ditemukan dalam struktur internal bahasa, yaitu struktur bunyi (fonologi), struktur kata (morfologi), struktur kalimat (sintaksis), struktur wacana dan struktur semantik (Chaer, 2007: 9).

3.2  Kehadiran Peneliti
Kehadiran peneliti adalah untuk memperoleh data yang diperlukan dalam penelitian, maka peneliti hadir dalam setiap proses pemelajaran pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) yang dilakukan objek penelitian di SD Negeri 3 Mlandingan Kulon Kecamatan Mlandingan Kabupaten Situbondo. Hal terseut dilakukan bertujuan untuk megetahui efektivitas pembelajaran yang dilakukan didalam proses pembelajaran.
Kehadiran peneliti dalam penelitian ini adalah sebagai instrument sekaligus pengumpul data. Melalui cara pengamatan ini, peneliti berusaha untuk mengamati kegiatan subjek dalam proses pembelajaran dan mencatat segala sesuatu yang terjadi dalam proses pembelajaran.

3.3  Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian merupakan wilayah dimana diadakan suatu penelitin. Penentuan lokasi penelitian ini tidak ada ketentuan seberapa luas yang harus dimulai untuk di tetapkan sebagai daerah penelitian. Pendapat tersebut dikemukakan oleh Sutrisno Hadi (2001:67) yang menyatakan bahwa : “Research sudah tidak diadakan atau di laksanakan dimana – mana atau disemarang tempat, melainkan tempat – tempat yang terbatas dan waktu atau peristiwa tertentu pula.
Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa penentuan daerah penelitian sangatlah penting sesuai dengan menentukan daerah penelitian atau mempermudah dalam melakukan penelitian. Daerah penelitian ditetapkan di SD Negeri 3 Mlandingan Kulon Kecamatan Mlandingan Kabupaten Situbondo.

3.4  Data dan Sumber data
Sumber data adalah segala sesuatu yang dapat memberikan informasi mengenai data. Berdasarkan sumbernya, data dibedakan menjadi dua yaitu data primer dan data sekunder.
A.    Data primer yaitu data yang dibuat oleh peneliti dengan maksud khusus menyelesaikan permasalahan yang sedang ditangani. Data dikumpulkn sendiri oleh peneliti dari sumber pertama atau tempat penelitian yang dilakukan, diantaranya kepala sekolah, guru dan bebera siswa SD Negeri 3 Mlandingan Kulon Kecamatan Mlandingan Kabupaten Situbondo.
B.     Data sekunder adalah data yang telah dikumpulkan dengan tujuan menyelesaikan masalah yang sedang dihadapi, data ini dapat ditemukan dengan cepat. Dalam penelitian yang dijadikan sumber data sekunder berupa literatur, artikel, jurnal, serta situs di internet.
Selain data primer, sumber data yang dipakai peneliti adalah sumber data sekunder. Data sekunder dapat melalui berbagai sumber literature yang berkenaan dengan penelitian yang dilakukan.

3.5  Prosedur Pengumpulan Data
Adapun metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
3.5.1  Dokumentasi
Teknik ini merupakan alat pengumpulan data dengan melihat beberapa dokumen seperti buku induk, raport atau buku laporan pendidikan, buku priadi, surat – surat keterangan dan sebagainya. Metode dokumentasi yaitu mencari data mengenai hal – hal atau variabel yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, lengger, agenda, dan sebagainya.(Arikunto,2006:231)
Metode dokumentasi lebih mudah di bandingkan dengan metode lainnya karena metode dokumentasi tidak begitu sulit, dalam arti apabila ada kekeliruan sumber datanya masih belum berubah. Dalam metode dokumentasi yang diamati meliputi data siswa dan hasil belajar siswa.

3.5.2  Observasi
Observasi adalah teknik pengumpulan data dengan cara melakukan pengamatan serta pengalaman dan pencatatan secara sistematik terhadap gejala yang tampak pada objek penelitian tentang Efektivitas pendekatan somatis, auditori, visual, intelektual dalam pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial islam di SD Negeri 3 Mlandingan Kulon Kecamatan Mlandingan Kabupaten Situbondo.
Peneliti melakukan pengamatan di dalam pembelajaran khususnya pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) yang dijadikan sebagai objek penelitian, dimana objek penelitian tersebut dilakukan di SD Negeri 3 Mlandingan Kulon Kecamatan Mlandingan Kabupaten Situbondo.

3.5.3  Wawancara
Dalam penelitian ini, peneliti terlebih dahulu menentukan informas sebagai sumber utama dalam pengumpulan data. Informasi awal yang dipilih harus mempunyai hubungan atau ketrkaitan dengan masalah. Jumlah informasi tidak dibatasi, tetapi disesuaikan dengan kebutuhan informasi yang diperlukan. Peneliti mencari orang – orang yang benar – benar mengetahui tentang data – data dan informasi yang diperlukan.
Dalam penelitian ini penentuan informasi atau responden dilakukan dengan teknik purposive (bertujuan). Purposive menurut sugiono (2005:96) penentuan informasi dengan pertimbangan tertentu. Jadi penelitian ini menggunakan metode purposive dengan mempertimbangkan kriteria informasi.
Wawancara merupakan percakapan dengan tujuan tertentu. Percakapan dilakukan oleh dua pihak yaitu pewawancara dan yang diwawancarai atau interview yang memberikan jawaban, agar mendapatkan data yang sesuai dengan pokok permasalahan yag yang diajukan maka dalam wawancara digunakan pedoman pertanyaan agar data yang diperoleh bersifat umum.

3.6  Analisis Data
Teknik analisis data adalah proses kategori urutan data, mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori dan suatu uraian dasar, ia membedakannya dengan penafsiran yaitu memberikan arti yang signifikan terhadap analisis, menjelaskan pola uraian dan memberikan hubungan di antara dimensi – dimensi uraian. Analisis data sebagai proses yang merinci usaha secara formal untuk menemukan tema dan merumuskan hipotesis seperti yang disarankan oleh data dan sebagai usaha untuk memberikan bantuan pada tema dan hipotesis tersebut, jika dikaji definisi diatas lebih menitik beratkan pada pengorganisasian data sedangkan definisi tersebut dapat pengorganisasian data sedangkan definisi kedua lebih menekankan maksud dan tujuan analisis data pdan dari kedua definisi tersebut dapat ditarik kesimpulan, analisis data adalah proses mengorganisasikan dan mengumpulkan data kedalam pola, kategori dan suatu uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data. Analisis data bermaksud atas nama mengorganisasikan data, data yang terkumpul banyak sekali dan terdiri dari catatan lapangan dan komentar peneliti, gambar, foto, dokumen, laporan dan lain – lain, dan pekerjaan analisis data adalah mengatur, mengurutkan, mengelompokkan, dan memberikan suatu kode tertentudan mengkategorikannya, pengelolaan data tersebut bertujuan untuk menemukan tema dan hopotesis kerja yang akhirnya diangkat menjadi teori substantif (Moeloeng, 2007 : 103).
Analisis data kualitatif terdiri dari alur kegiatan yang terjadi secara bersamaan yaitu: Reduksi data, Penyajian Data, dan verifikasi.
A.    Reduksi Data
Reduksi data dalam penelitian ini menjalankan analisis, menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu, dan mengorganisasikan data sehingga kesimpulan finalnya dapat ditarik dan di verifikasi.

B.     Penyajian Data
Data yang dimaksid dalam penelitian ini adalah menyajikan sekumpulan informasi yang tersusun dengan memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan dalam bentuk uraian singkat. Dalam penelitian kualitatif, penyajian data dapat dilakukan dalam bentuk uraian singkat, hubungan antara kategori dan sejenisnya.

C.     Menarik Kesimpulan / Verifikasi
Langkah selanjutnya dalam analisis kualitatif adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi. Kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara, dan akan berubah bila ditemukan bukti – bukti yang kuat yang dapat mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya.
Apabilan kesimpulan yang di temukan pada tahap awal, didukung oleh bukti – bukti yang valid dan konsisten pada saat penelitian kembali kelapangan untuk mengumpulkan data, maka kesimpulan yang dikemukakan merupakan kesimpulan yang kredibel.

3.7  Pengecekan Keabsahan Temuan
Teknik pengujian keabsahan data dalam penelitian ini meliputi uji kredibilitas (validitas internal), uji kredibilitas (validitas eksternal) dan uji confermability (obyektivitas).
Dalam hal ini, karena penelitian yang digunakan adalah studi kasus maka peneliti hanya menguji uji kredibilitas (validitas internal), dan uji kredibilitas (validitas eksternal).
  1. Uji Kredibilitas (validitas internal)
Adapun macam – macam uji kredibilitas menurut sugiono (2014) antara lain dilakukan perpanjangan pengamatan, peningkatan ketekunan dalam penelitian, triangulasi, analisis kasus negatif, menggunakan bahan refrensi dan mengadakan membercheck.
1.      Perpanjangan Pengamatan
Dengan perpanjang pengamatan berarti lagi dengan sumber data yang pernah ditemui maupun yang baru.  Perpanjangn pengamatan ini perarti hubungan peneliti dengan narasumber akan semkin terbentu rapport, semakin akrab (tidak ada jarak lagi), semakin terbukti, saling mempercayai sehingga tidak ada imformasi yang disembunyikan lagi. Pada tahap awal peneliti memasuki lapangan, peneliti masih dianggap orang asing, masih dicurigai, sehingga imformasi yang diberikan belum lengkap, tidak mendalam, dan mungkin masih banyak yang dirahasiakan. Berapa lama perpanjangan ini dilakukan, akan sangat tergantung pada keadaan, keluasan dan kepastian data. Kedalaman artinya apkah peneliti ingin menggali data sampai pada tingkat makna. Makna berarti data yang di balik yang tampak. Yang tampak orang sedang menangis, tetapi sebenarnya dia tidak sedih tetapi mala sedang bahagi. Keluasan berarti, banyak sedikitnya imformasi yang diperoleh. Dalam perpanjangn pengamatan untuk mengoji kreadibilitas data penelitian ini, sebaiknya difokuskan pada pengujian terhadap data yang telah diperoleh, apa data yang diperoleh itu setelah dicek kembali kelapangan benar atau tidak, berubah atau tidak, bilah setelah dicek kembali ke lapangan data suda benar berarti kredibel, maka wakyu perpanjangn pengamatan dapat diahiri.

2.      Meningkatan Ketekunan
Meningkatkan ketekunan berarti melakukankan pengamatan secara lebih cermat dan berkesinambungan. Dengan cara tersebut maka kepastian data dan urutan peristiwa akan dapat direkam secara pasti dan sistematis. Sebagai conto melihat sekelompok masyarakat yang sedang olah raga pagi. Mengapa dengan meningkatkan ketekunan dapat meningkatkan kredibilitas data? Meningkatkan ketekunan itu ibarat kitamengecek soal-soal, atau makala yang telah dikerjakan, ada yang salah satu tidak. Dengan meningkatkan katekunan itu, maka peneliti dapat melakukan pengecekan kembali apakah data yang  telah ditemukan itu salah atau tidak. Dengan demikian juga dengan meningkatkan ketekunan maka, peneliti dapat memberikan diskripsi data yang akurat dan sistematis tentang apa yang diamati.sebagai bekal peneliti untuk menigkatkan ketekunan dengan cara membaca berbagai referensi buku maupun hasil penelitian atau dokumentasi-dokumintasi yang terkait dengan temuan yang diteliti.

3.      Triangulasi
Triangulasi dalam pengujian kredibilitas ini diartikan sebagai pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara. Dan berbagai waktudengan demikian terdapat triangulasi sumber, trangulasi teknik pengumpulan data, dan waktu.
a.       Triangulasi sumber
Triangulasi sumber untuk menguji kredibilitas data dilakukan dengan cara mengecek data yang telah diperoleh melalui beberap asumber. Sebagai contoh, untuk menguji kredibilitas data tentang daya kepemimpinan seseorang, maka pengompulan data pengujian data yang telah diperoleh dilakukan kebawahan ke bawahan yang dipimpin,ke atasan yang menugasi , dan keteman kerja yang merupakan kelompok kerjasama.
b.      Triangulasi teknik
Triangulasi teknik untu menguji kredibilitas data dilakukan dengan cara mengecek data kepada sumber yang sama dengan teknik yang derbeda. Misalnya data diperoleh dengan wawancara, lalu dicek dengan opservasi, dokumentasi atau kuesioner.
c.       Triangulasi waktu
 Triangulasi juga sering mempengaruhi kredibilitas data. Data yang dikumpulkan dengan teknik wawncara dipagi hari saat nara sumber masi segar belum banyak masalah, akan memberikan data yang lebih valid sehingga lebih kredibel. 

4.      Analisis Kasus Negatif
Kasus negatif adalah kasus yang tidak sesuai atau berbeda dengan hasil penelitian hingga pada saat tertentu. Mengapa dengan analisis kasus nigatif akan dapat meningkatkan kredibilitas data? Melakukan analisis kasus nigatif bersrti peneliti mencari data yang berbeda atau bahkan bertentangan dengan data yang tela ditemuka. Bila tidak ada lagi data yang berbeda atau bertentangan dengan data yang ditemukan, maka peneliti mungkin akan meruba temuannya.

5.      Mengunakan bahan referensi
Yang dimaksud menggunakan referensi di sini adalah adanya pendukung untuk membuktikan data yang telah ditemukan oleh peneliti. Sebagai contoh, data hasil wawancara perlu didukung dengan adanya rekaman wawancara.

6.      Mengadakan Member Check
Member check adalah proses pengecekan data yang diperoleh peneliti kepada pemberi data. Tujuan member check adalah untuk mengetahui seberapa jauh data yang diperoleh sesuai dengan apa yang diberikan oleh pemberi data. Agar informasi yang diperoleh dan akan digunakan dalam penulisan laporan sesuai dengan apa yang dimaksud sumber data atau informan.
Pelaksanaan member check dapat dilakukan setelah satu periode pengumpulan data selesai, atau setelah mendapat suatu temuan atau kesimpulan. Caranya dapat dilakukan secara individual, dengan cara peneliti datang ke pemberi data, atau melalui forum kelompok.
Peneliti kualitatif biasanya tidak menggunakan kata bias dalam penelitian; mereka akan mengatakan bahwa semua peneliti adalah interpretif dan bahwa peneliti harus menjadi reflektif diri mengenai perannya dalam penelitian, bagaimana dia menginterprestasikan temuan, dan sejarah personal dan politiknya yang membangun interprestasinya. Dengan demikian, akurasi dan kredibilitas temuan adalah sangat penting. Terdapat berbagai istilah yang digunakan peneliti kualitatif untuk mendiskripsikan akurasi dan kredibilitas ini (misalnya authenticity dan trustwortiness),  dan strategi yang digunakan untuk validasi perhitungan kualitatif  bervariasi dalam jumlah. Perhatian kita disini pada tiga bentuk yang biasa digunakan oleh peneliti kualitatif: triangulation, member checking, dan auditing.

  1. Uji Transferability (validitas eksternal)
Transferability merupakan validitas eksternal dalam penelitian kualitatif. Validitas eksternal menunjukkan derajat ketepatan atau dapat diterapkannya hasil penelitian kepada populasi tempat sampel penelitian diperoleh. Nilai transfer ini berkenaan dengan pertanyaan sejauh mana hasil penelitian dapat digunakan dalam situasi yang lain. Bagi peneliti naturalistik, nilai transfer bergantung kepada pemakai.
Kriteria transferabiliti merujuk pada tingkat kemampuan hasil penelitian kualitatif dapat digeneralisasikan atau ditransfer. Penelitian kualitatif dapat meningkatkan transferabilitas dengan melakukan suatu pekerjaan mendiskripsikan konteks penelitian dan asumsi-asumsi yang menjadi sentral pada penelitian tersebut.
Agar orang lain dapat memahami hasil penelitian kualitatif sehingga ada kemungkinan untuk menerapkan hasil penelitian tersebut, peneliti dalam membuat laporannya harus memberikan uraian yang rinci, jelas, sistematis, dan dapat dipercaya. Dengan demikian, pembaca menjadi jelas dalam memahami hasil penelitian tersebut sehingga ia dapat memutuskan dapat atau tidaknya mengaplikasikan hasil penelitian tersebut di tempat lain.

  1. Uji Dependability (reliabilitas)
Kriteria dependabilitas sama dengan reliabilitas dalam penelitian kuantitatif. Pandangan kuantitatif tradisional tentang realibilitas didasarkan pada asumsi replikabilitas (replikability) atau keterulangan (repeatability). Secara esensial itu berhubungan dengan apakah kita akan memperoleh hasil yang sama jika kita melekukan pengamatan yang sama untuk kali yang kedua. Untuk menetapkan reliabilitas peneliti kuantitatif biasanya membangun berbagai pikiran hipotesis ( misalnya teori skor benar )  untuk menyelesaikan hal ini. Dalam penelitian kualitatif, uji dependability ditempuh dengan cara melakukan audit terhadap keseluruhan proses penelitian. Audit dilakukan oleh auditor yang independen atau pembimbing.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar